Medan - Masyarakat Sumut, khususnya di kepulauan Nias kembali dibuat gusar dengan munculnya selebaran berkop surat American Power Rental (APR) Energy, yang bertema permintaan maaf kepada rakyat Nias.
Berdasaran surat tersebut, pihak APR terpaksa harus
kembali melakukan pemadaman total di pulau Nias dalam waktu dekat ini.
Alasannya, pemadaman terjadi karena PT PLN (Persero) belum melunasi
tunggakan pembayaran sewa pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) 2x10
megawatt (MW) yang diproduksi dari dua mesin PLTD yang terletak di Moawo
berkapasitas 10 MW dan di Idanoi 10 MW kepada APR sebagai pemasok
energi listrik di Nias kepada PT PLN (Persero).
Kabar ini menarik
perhatian sejumlah tokoh yang selama ini peduli dengan kondisi energi
di nusantara, salah satunya adalah Koordinator Investigasi Masyarakat
Peduli Listrik (MPL) Ramdani.
"Sebelumnya diketahui bahwa PT PLN
(Persero) selalu membayar secara rutin setiap bulan. Ini kan miris,
dan Jika menilik dari persoalan tersebut, lantas siapa sesungguhnya
yang layak untuk disalahkan supaya bisa diurai solusinya?" ujar Ramdani
pada wartawan di Medan, Rabu (25/5).
Menurut Ramdani, beberapa
personal dari PT PLN menyatakan bahwa pemadaman di Nias terjadi akibat
PT PLN masih belum melunasi tunggakan kepada APR sebesar Rp 8 miliar.
Pun demikian, PLN tetap mencarikan pengganti sumber energi dengan
menyediakan 17 genset sebagai pengganti sementara memasok listrik di
Nias.
"Kami ingin menyampaikan bahwa tidak perlu pihak APR dan PT
PLN wilayah Nias saling sikut dan membela diri. Tidak perlu pula sampai
harus menyebar-menyebar informasi berantai atau membagikan selebaran
yang tidak tepat dan tidak pas karena itu bisa menyesatkan esensi hal
yang terjadi," ujarnya.
Di lain sisi, timbul kecurigaan bahwa
sebagai perusahaan yang berbasis di Amerika, APR dibonceng kepentingan
asing untuk memecah belah masyarakat Nias. "Namun masyarakat tidak perlu
terpancing provokasi ini, fokuslah dukung pemerintah mencari solusi,"
ungkapnya.
"Masyarakat juga tidak perlu risau, karena kami yakin
PT PLN sudah mempersiapkan serangkaian langkah antisipatif termasuk
dengan penyediaan sumber energi lainnya," tambahnya.
Ketua
Presidium Asosiasi Lembaga Perlindungan Konsumen Listrik Nasional
(Alperklinas) KRT Tohom Purba mengatakan, di atas semua persoalan ini,
baik APR maupun PT PLN harus mengutamakan kepentingan anak bangsa, dalam
hal ini rakyat Nias.
"Cara-cara APR yang notabene pebisnis
dengan menyebar isu tertulis kepada masyarakat bernada ancaman pemutusan
pasokan listrik sangat kami sayangkan," tegas Tohom melalui sambungan
telekomunikasi.
Menurut informasi yang mereka dapat, kata Tohom,
justru pihak APR lah yang sengaja tidak memberikan invoice/tagihan PLTD
Sewa 10 MW Idanoi dan PLTD Sewa 10 MW Moawo.
"Tiga kali PLN
Area Nias meminta supaya tagihan dikirimkan oleh APR, yakni pada 31
Maret, 20 April dan 04 Mei 2016. Namun, di publik justru beredar isu
bahwa PLN menolak untuk membayar tagihan," ungkap pria yang baru-baru
ini mengikuti Sidang Tahunan Fisuel Internasional di Maroko, Afrika
Utara.
Dalam selebaran APR tersebut kata dia, juga ada satu
klausul yang ganjil, yaitu 'Kami telah menawarkan untuk menjual
pembangkit listrik kami di Nias kepada PLN'.
"Itu maksudnya apa?
Jangan-jangan polemik ini merupakan skenario untuk keuntungan bisnis
semata dengan mengorbankan rakyat Nias. Bayangkan, ratusan ribu orang
harus berada dalam gelap gulita hanya gara-gara pihak tertentu ingin
mendapatkan keuntungan dengan menjual mesin-mesinnya kepada PLN,"
terangnya.
Alperklinas mengimbau masyarakat untuk menyikapi
ancaman APR ini dengan berpikir kritis namun logis. "Kami siap
mendampingi masyarakat Nias mengawal penyelesaian polemik ini,"
pungkasnya. (irvan sugito)